sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/19/03191054/.dua.juta.diploma.dan.sarjana..menganggur
Dua Juta Diploma dan Sarjana Menganggur
Keterampilan Nonakademis Faktor Penentu
Jumat, 19 Februari 2010 | 03:19 WIB
Jakarta, kompas - Sedikitnya dua juta lulusan perguruan tinggi, baik lulusan program diploma maupun sarjana, menganggur. Hal itu, antara lain, terjadi karena sebagian besar lulusan perguruan tinggi tidak memiliki keterampilan nonakademis.
Padahal, dunia kerja atau industri justru menjadikan keterampilan nonakademis itu sebagai salah satu faktor penentu dalam penerimaan karyawan atau tenaga kerja.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi ”Siap Hadapi Tantangan Dunia Kerja dengan Pendidikan Berfokus Karier”, Kamis (18/2) di Jakarta. Berbicara pada diskusi tersebut konsultan pengembangan sumber daya manusia dari Daya Dimensi Indonesia, Aditia Sudarto, dan CEO International College School of Informatics (Inti) Indonesia Sudino Lim.
”Nilai indeks prestasi kumulatif boleh saja tinggi. Tetapi, tanpa soft skill itu tidak akan ada artinya. Barangkali, paradigma pendidikan kita yang harus diubah sehingga perguruan tinggi bisa ikut memacu soft skill ini dan mengakomodasi kebutuhan dunia kerja,” kata Aditia.
Keterampilan atau keahlian nonakademis yang dimaksud itu, antara lain, adalah keterampilan presentasi, manajemen konflik, berbicara di depan publik, dan kerja sama dalam satu tim. Tanpa keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja ini, kualitas lulusan perguruan tinggi pun tidak maksimal berkembang. Akibatnya, 4,1 juta atau sekitar 22,2 persen dari 21,2 juta angkatan kerja terpaksa menganggur (hasil survei tenaga kerja nasional 2009 dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional).
”Banyak perusahaan yang setiap tahun mencari karyawan baru yang memiliki motivasi yang kuat dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang dunia kerja. Sayangnya, faktor-faktor ini yang sering menjadi kendala bagi para lulusan perguruan tinggi,” kata Aditia.
Selain karena tidak memiliki keterampilan, sejak awal langkah untuk memasuki dunia perguruan tinggi juga sudah keliru. Berdasarkan hasil riset Inti Indonesia, menurut Sudino Lim, banyak calon mahasiswa yang cenderung memilih program studi hanya berdasarkan tren yang ada. Jika tidak karena tren, faktor pemilihan perguruan tinggi lebih karena atas permintaan orangtua atau keluarga dan pengaruh teman sebaya. ”Ini yang menjadi awal penyebab ketidaksiapan mereka untuk menghadapi tantangan dan tuntutan dunia kerja,” kata Sudino. (LUK)
Komentar Saya mengenai pernyataan tersebut :
Memang benar adanya, dijaman yang serba susah seperti saat ini persaingan memang semakin sulit untuk mendapatkan satu pekerjaan dimana setiap orang harus memiliki kemampuan tambahan untuk dapat mendapatkan pekerjaan. Kemampuan tambahan tersebut adalah kemampuan yang tidak didapat dalam ilmu pengetahuan teoritis di perkuliahan. Seperti kemampuan berbicara, kemampuan bekerja sama dan lain-lain merupakan bagian dari kemampuan berkomunikasi seseorang. Itu sangat berperan dalam memajukan suatu perusahaan.Sehingga bagi orang-orang yang terbiasa sedikit berbicara dan tidak suka bekerja sama akan menimbulkan kesulitan tersendiri bagi dia maupun tim di dalam melakukan suatu pekerjan yang membutuhkan kekompakan tim.
Memang sangat diharapkan kepada setiap Universitas di Indonesia untuk menerapkan program softskill tersebut untuk melatih kemampuan mahasiswanya dalam menghadapi suasana persaingan dalam pekerjaan.
Untuk mendapatkan kemampuan/bakat yang terbaik memang seharusnya dilakukan dengan memilih jurusan yang sesuai dengan kemampuan individu dan minat dari calon mahasiswa tersebut.
Kesalahan memilih jurusan hanya akan menyebabkan hasil yang kurang maksimal ketika lulus dari perkuliahan. Lulusan Perguruan Tinggi cenderung memilih pekerjaan yang cenderung sesuai dengan minat dan bakatnya ketimbang pengetahuan yang didapat semasa perkuliahan. Meskipun banyak juga yang memilih pekerjaan sesuai dengan ilmu yang didalaminya semasa perkuliahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar